Jumat, 17 April 2009

MAAFKAN ISTRIKU, KU TAK MENCINTAIMU!


Adakah sebuah keluarga tetap utuh tanpa cinta? Sebuah pertanyaan menarik dan saya tergoda untuk mencari jawabnya. Dan terryata kehidupan rumah tangga bisa utuh walaupun tanpa cinta didalamnya. Lho kok bisa, penasaran kan?

Selama ini kita begitu terbius dengan propaganda “cinta” yang seakan-akan tanpa cinta kehidupan ini terasa kiamat. Cinta disini yang saya maksud adalah hanya sebatas romantisme, kasih sayang karena rupa dan harta saja. Dan saya yakin semua orang memiliki perasaan ini, makanya kadang atau seringkali mata ini menjadi sulit menenggok atau menunduk, bila bertatap muka dengan wanita yang dalam ukuran umum sulit dikatakan tidak cantik.

Kalau dalam tatap mata ini keseringan, dan tiba-tiba terjadi perubahan dalam diri kita, seperti; kalau ketemu hati kita menjadi tak tenang, mata berbinar-binar serta jantung berdetak tidak beraturan, waspadalah Anda sudah masuk dalam perangkap asmara. Ya, Anda sudah mulai jatuh cinta. Kalau kiranya dapat sinyal positif, segeralah diteruskan, bila tidak anda harus segera menghentikannya.

Bila nasib baik sedang bersama Anda, cinta anda bisa menjadi legal formal dengan melanjutkan ke jenjang perkawinan. Menurut Ibnu Jauzi perkawinan semacam itu, yaitu perkawinan yang dilandasi cinta fisik akan membuat ikatannya semakin kuat dan erat. Saya ingin mengucapkan selamat bagi para pasangan, yang perkawinannya dibangun atas dasar ketertarikan fisik ini. Karena cinta Anda ibarat bunga yang kuncupnya semakin memekar. Kehidupan awal-awal pernikahan Anda pasti begitu indah, hemm…..tiada hari tanpa canda dan tawa, dunia seperti hanya miliknya, orang lain hanya ngontrak.

Kemudian bersama berjalannya sang waktu yang terasa begitu cepat, eh..tahu-tahu anak sudah dua. Hati-hatilah, bila perkawinan Anda hanya berdasar cinta fisik semata, karena Anda sudah memasuki tahapan bosan tapi masih di stadium awal. Biasanya klimaksnya pada perkawinan yang menginjak usia empat tahun. Dari sinilah kita bisa memahami fonomena kawin cerai dan gonta-ganti pasangan seperti kehidupan para selebritis. Menurut para ahli, daya tahan baterai cinta yang tumbuh karena cinta fisik semata itu akan habis pada tahun keempat dari perkawinan, atau bisa jadi kurang dari waktu itu.

Tentang hal ini, saya mempunyai cerita menarik yang hikmahnya sangat bermakna bagi penciptaan pondasi yang kokoh bagi bangunan rumah tangga kita. Sebelumnya saya mohon Anda menyiapkan hati dengan baik, aturlah nafas Anda, mulai sekarang coba tarik nafas Anda dalam-dalam, baru memulai membaca tulisan ini.

“Suatu ketika, seorang laki-laki mengeluh kepada Umar ibnul Khathab bahwa cintaya kepada istrinya sudah memudar. Hampir-hampir tidak ada cinta lagi. Karena itu, ia bermaksud menceraikannya. Umar kemudian mengingatkannya,”Sungguh jelek niatmu. Apakah semua rumah tangga hanya dapat terbina dengan cinta? Di mana takwamu dan janjimu kepada Allah? Di mana pula rasa malumu kepada-Nya? Bukankah kamu sebagai suami istri telah saling bercampur (sehingga tampaklah rahasiamu) dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang amat berat?”

Luar biasa kisah ini, minimal bagi saya sendiri cukup memberikan cubitan keras yang kadang kurang begitu terima dengan segala kondisi istri. Afwan sayangku….bila ku tak sempurna.

Jadi kenapa tadi saya bilang harus berhati-hati bagi pasangan yang perkawinannya semata-mata dibangun karena pesona rupa, seperti putih, tinggi, berkaca-mata, muda, tahi lalat di pipi dan lulusan dari kedokteran. Karena pernikahan yang digerakkan oleh faktor fisik semata walaupun ini sebagai pengikat hati yang kuat, tapi didalam perjalanannya bisa mengalami kebosanan dan kehampaan. Setelah bulan madu berakhir, mereka memasuki bulan-bulan empedu. Cintanya yang dulu kita buru menggebu-gebu, sekarang tinggal kenangan yang menusuk kalbu.

Lalu bagaimankah perkawinan yang ideal itu? Oke, kita harus memiliki idealisme walaupun kehidupan didunia ini dalam realitanya tidak ada yang ideal. Tentu kalau bisa perkawinan yang kuat selain didasari oleh cinta, yang kedua sebagaimana telah disinggung dalam nasehat Umar di atas, yaitu harus dilambari oleh komitmen. Cinta dan komitmen inilah yang membuat keluarga kita bagaikan rumah yang pondasinya terbuat dari batu padas dan dipahat diatas gunung. Namun begitu, cari yang ideal itu susah, maka kita harus realitis. Kalau memang tidak cinta, maka suburkanlah komitmen Anda. Apa bisa? Tentu bisa, karena minimal saya sudah mengalaminya.

Saya ingin bercerita lagi, sebetulnya ini rahasia bahkan sangat privacy, tapi demi pewarisan pengalaman tak apalah saya buka kehidupan pribadi saya secara blak-blakan. Begini kisahnya…..

“ Sewaktu saya sudah diambang batas kekuatan untuk menahan diri dan menjaga hati dari fitnah syahwat, akhirnya saya memberanikan diri menyampikan proposal pernikahan kepada seorang teman senior. Gayungpun bersambut, sebuah amplop berisi photo diberikan kepada saya.. Sewaktu menerimanya saya tidak berani langsung membuka, hanya saya masukan dalam tas kemudian aku pulang naik bis. Waduh…tas itu seperti berat sekali, jantung pun berdebar-debur tidak menentu. Akhirnya gak quwwat juga, diperjalanan photo itu akhirnya kubuka. Karena pikiran ini salalu bertanya, gimana ya wajahnya (hi…, dasar laki-laki pasti itu dulu yang dipikirkan).

Dan….., tampaklah seorang gadis anggun dengan jilbab besar berkibar yang berdiri di tepi lautan, tepatnya ditepi pantai Kuta Bali. Kutatap lekat photo itu seakan-akan ia begitu hidup dan sedang tersenyum padaku. Oh inikah bidadariku, sehingga bidadari yang sesunguhnya dibuat cemburu.

Karena apa, begitu membuka photonya sama sekali tidak ada ukuran fisik yang jadi pertimbangan. Wah pasti gadis ini militan dan sholehah, hanya itu pertimbangannya. Sebetulnya jujur aja pada waktu itu, kalau sekedar melihat fisiknya saja, saya tidak begitu tertarik, dan ini benar-benar ujian moral bagiku.

Akhirnya, proses ta’aruf segera dijalankan, dan pada saat itu aku benar-benar bisa melihat wajhnya walaupun hanya sekilas dan sebentar. Pokoknya persis adegan Fahri melamar Aisya di film Ayat-Ayat Cinta. Bahkan saya lebih mengharu biru lagi, sewaktu membaca surat Rum, tak kuasa aku menangis dengan sendirinya, aku ingat ayat itu meberikan motivasi dan sepertinya tahu kondisiku, ”jika kamu miskin maka Allah akan memampukan…

Dan ternyata…, ternyata saudara…., calon istriku begitu istimewa. Untung tidak kutolak, ternyata tidak sama dengan photonya. Ia begitu memesona, terimaksih ya Allah atas anugerah ini, semoga selalu kau abadikan cinta kami sehingga tanpa akhir, dengan menjadikannya ia bidadari di sorga yang nanti khusus menemaniku saja.

Saudara, minimal diawal pernikahan saya, sewaktu proses itu terjadi dan ini yang penting, bahwa saya sekali lagi tidak menjadikan standar fisik sebagi ukuran dan pertimbangan utama menikah dengannya. Tapi kepribadiannya, yang waktu itu secara simbolik saya lihat dari jilbabnya yang menjuntai lebar. Dan tentu garansi dari temanku, lebih ku percaya bahwa ia seorang gadis yang baik hati dan berakhlak tinggi.

Intinya bahwa pernikahan saya pada awalnya dibangun atas nama komitmen. Dan ini menjawab pertanyaan diatas, bahwa pernikahan bisa terjadi tanpa diawali oleh cinta. Dan pernikahan yang dilandasi oleh niat tulus dan lurus serta komitmen ini lebih kuat bertahan daripada pernikahan yang dibangun atas nama cinta, karena pernikahan mereka hanya melegalkan pacaran yang sudah terbangun lama.

Jadi, walaupun badai menghadang, pernikahan tidak akan buyar kalau memang komitmennya benar dan tulus. Dan hal ini dibenarkan oleh R.J. Stenberg ketika mengemukan teori segi tiga cinta (bukan cinta segitiga) dalam tulisannya yang berjudul A.Triangular Theory of Love (1985), ia memasukkan Empty of Love (cinta kosong) sebagai salah satu jenis cinta yang terpenting. Empty Love biasa ditemukan pada mereka yang menikah karena perjodohan atau mereka yang telah berpuluh tahun menikah.

Mereka tidak lagi memiliki cinta dan kasih sayang, tetapi mereka mempunyai ikatan batin yang sangat kuat sehingga senantiasa rukun. Pengikat hati itu tidak lain adalah komitmen-biasanya bersumber dari keyakinan yang sangat kuat terhadap agama. Belakangan, Fehr dan Rusel (1991) menunjukkan data yang mengejutkan. Dari penelitian yang mereka lakukan, cinta yang paling baik ternyata bukan cinta romantis, yakni cinta yang dipenuhi kemesraan dan kasih sayang. Mereka senantiasa ingin berdekatan secara fisik dan selalu ada ikatan emosinal yang sangat kuat, tetapi tidak ada komitmen yang mereka pegang bersama. Bila waktu berlalu dan gairah sudah tidak menggebu-gebu, tak ada lagi yang dapat melanggengkan hubungan.

Sebab, ketika kemesraan sudah pudar, komitmen kepada nilai yang kita yakini merupakan perekat paling kuat. Komitmen moral (demi mnghormati orang tuanya) maupun komitmen terhadap pendidikan anak juga bisa menjadi perekat, tapi tidak sekuat komitmen kepada agama. Benarlah al-Hasan bin Ali r.a. ketika menjawab orang yang meminta pertimbangan kepadanya. Kata al-Hasan r.a., “Kawinkanlah dia dengan orang yang bertakwa kepada Allah. Sebab, jika laki-laki itu mencintainya, ia pasti memuliakannya; dan jika ia tidak menyenanginya, ia tidak akan berbuat zalim kepadanya.

Nah, bagaimana dengan pernikahan Anda, semoga tetap berkah dan terus dalam suasana yang sakinah, mawaddah d warohmah. Amin!

SEMANGAT MEMBAJA !

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, Kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar.”

(QS .49:15)

Dalam ayat tersebut, menegaskan bahwa semangat orang mukmin itu terus membara, yang tak pernah padam. Ia tetap berjuang dengan istiqomah sampai akhir hayah. Kegigihan orang beriman yang terus menerus, juga ditegaskan nabi, ”Perbuatan yang paling dicintai Allah adalah perbuatan yang dilakukan dengan istiqomah.” (HR. Bukhari). Istiqomah atau konsisten, adalah wujud dari semangat yang tidak pernah mati dan terus menyala menggerakan energi jiwa.

Semangat membaja tersebut, merupakan semangat yang berawal dari keimanan, kekuatan yang berasal dari keyakinan, dan daya yang bersumber dari tauhid. Tekad seperti inilah yang telah memberi inspirasi kepada para penyihir Fir'aun. Mereka terketuk untuk beriman kepada Allah Rabb alam semesta ketika mereka terlibat dalam pertarungan antara Musa dan Fir'aun. Mereka berkata kepada Fir'aun, mereka berkata, "Kami sekali-kali tidak akan mengutamakan kamu daripada bukti-bukti yang nyata (mukjizat), yang telah datang kepada kami dan dari Rabb yang telah menciptakan kami; maka putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan." (QS Thaha: 72). Memang, semakin tinggi cita-cita, maka semakin besar kepayahan yang harus dirasakan tubuh, sehingga jarang sekali menikmati kesenangan, sebagaimana dikatakan seorang penyair berikut ini.

apa bila jiwa besar, tubuh akan merasa kepayahan menuruti keinginan-keinginannya.”

Ayolah maju terus, jika kamu memang punya semangat

Dengar itu dendang rindu padamu. Lekaslah melangkah,

Jangan menanti teman yang malas diajak berjalan

Tinggalkan saja ia

Karena semangat yang kamu bawa itu sudah cukup”

Pada perang Mu’tah, kaum muslimin yang berjumlah 3000 pasukan, sedangkan dipihak musuh ada 180.000 pasukan. Melihat komposisi ini, Rasul melihat sepertinya akan banyak korban. Lalu beliau menugaskan siapa saja yang nanti menjadi pemimpin, jika pemimpin sebelumnya mendapat syahid. Waktu itu Ibnu Rawwahah sedang berpuasa, dan ia mendapat giliran setelah syahidnya Ja’far ibnu Thalib. Sebagai manusia, Abdullah ibnu Rawwahah terguncang juga, karena kematian sudah di depan mata. Tapi itu tidak lama. Ia segera megumpulkan segala keberaniannya. Ia memotivasi dirinya dengan sebuah puisi;

Wahai diri, engkau harus turun. Atau ku paksa turun.

Wahai diri......... jika kau tak mati di medan juang,

kau akan tetap mati walaupun diatas ranjang !

Motivasi dari dalam diri itulah faktor yang dominan untuk membangkitkan amal perbuatan, ketika kita merasa lemah. Salah seorang presiden Amerika yang berhasil mengangkat Amerika dari lobang krisis besar, padahal ia dalam keadaan lumpuh, yaitu J. Roosevelt mengatakan, “bahwa sebuah bangsa separah apapun krisis yang menimpanya, masih akan terbuka pintu solusi dan jalan keluarnya, asal masih memiliki motivasi”.

Kalau kita saksikan pertandingan sepak bola di tingkat dunia, secara kualitas dari kedua kesebelasan memiliki kemampuan yang hampir sama. Penentu kemenangannya terletak pada faktor kuat lemahnya motivasi. Disinilah pentingnya memiliki motivasi yang selalu menyala. Yang menjadi tenaga jiwa untuk menggerakkan amal perbuatan. Dan memiliki semangat yang tinggi itu, sudah melekat pada orang-orang yang sukses dalam hidupnya.

Bangkitlah dan capai singgasana kemuliaan nan menjulang,

Sebagaimana burung elang yang hanya memilih ketinggian angkasa.

Tinggalkan perkara yang remeh agar ia menyingkir darimu.

Pada kedalaman laut, air tampak mengalir lemah.

Pada lelaki pemberani akan mencapai angan dan citanya.

Namun, orang yang lemah jiwanya, hanya dapat duduk termangu.” (Al-Burudi)

Saudara, kita harus menghidupkan motivasi yang tinggi, untuk bangkit dan berjuang menaklukkan segala tantangan. Simaklah kisah berikut, yang membuktikan bahwa kemenangan itu hanya dapat diperoleh dengan totalitas usaha, do’a, semangat, dan tawakal kepada Allah Swt. Atau lewat kristalisasi keringat, darah, dan air mata. Bukan santai-santai saja, atau bermalas-malas ria.

Tiba-tiba saja, kesunyian laut pada waktu itu menjadi pecah dengan hiruk pikuk kedatangan armada laut yang berkekuatan 10.000 prajurit, yang telah menempuh perjalanan sejauh 13 mil. Mereka menyeberangi selat Gibraltar, menuju Spanyol. Sang panglima pun segera menyulut api jihad pada ribuan prajurit Islam. “Wahai saudara-saudaraku, lautan ada di belakang kalian, musuh ada di depan kalian, kemanakah kalian akan lari? Demi Allah, yang kalian miliki hanya kejujuran dan kesabaran. Ketahuilah bahwa di pulau ini kalian lebih terlantar daripada anak yatim yang ada di lingkungan orang-orang yang hina.

Musuh kalian telah menyambut dengan pasukan dan senjata mereka. Kekuatan mereka sangat besar, sementara kalian tanpa perlindungan selain pedang-pedang kalian, tanpa kekuatan selain dari barang-barang yang kalian rampas dari tangan musuh kalian. Seandainya pada hari-hari ini kalian masih tetap sengsara seperti ini, tanpa ada perubahan yang berarti, niscaya nama baik kalian akan hilang, rasa gentar yang ada pada hati musuh akan berganti menjadi berani kepada kalian. Oleh karena itu, pertahankanlah jiwa kalian!”

Tindakan yang sangat luar biasapun dilakukan sang panglima, yaitu dengan membakar semua perahu yang mereka tumpangi selama ini. “Wahai Saudara-saudaraku yang kucinta! Tanah Andulusia di hadapan kita. Bumi Spanyol ada di depan kita. Seluruh kapal sudah aku bakar. Semuanya! Tidak ada kapal yang kita tumpangi yang tidak tenggelam. Semuanya sudah jadi abu dan arang. Kini, tak ada jalan untuk mundur, atau pulang. Di belakang kita laut samudera bergelora. Di depan kita musuh yang menghadang.

Saudara-saudaraku yang kucinta! Tak ada jalan lain kembali! Tak ada jalan pulang! Saudara-saudara yang kucintai! Sekali lagi, hendak kutegaskan, tidak ada jalan pulang. Satu-satunya pilihan yang tersedia adalah mati syahid atau menang! Hanya kepada Allah Swt. saja kita menghamparkan sayap-sayap perlindungan dan pertolongan.” Akhirnya, Andalusia pun terbuka dan rahmat Islam menyebar sampai 800 tahun. Siapakah panglima yang menyejarah tersebut? Ya! Anda benar, dialah Thariq bin Ziyad.

Kemenangan bukanlah segalanya, namun anda patut mengangankannya. Hanya bila anda memilki syaraf baja, maka anda akan mendapatkannya.” (Michael T. Powers)

BERSABARLAH

Dengan bersabar, Anda menjadi tegar walau badai menghadang. Saat ujian datang, kesabaran Anda akan menjadi perisai diri yang tangguh, sehingga Anda tidak terguncang. Kecuali sedikit saja, tidak sampai menghilangkan rasionalitas dan melupakan realitas. “Alangkah mengagumkan keadaan orang mukmin karena semua urusannya itu baik baginya. Bila ia ditimpa kebahagiaan, ia bersyukur dan itu menjadi kebaikan baginya. Bila ia ditimpa kesusahan, ia bersabar dan itu menjadi kebaikan pula baginya.” (HR. Muslim).

Sabar itu sama dengan dengan memiliki sifat-sifat mulia seperti; ketabahan, keuletan, kegigihan, teguh pendirian dan konsistensi seseorang, untuk tetap dalam ibadah dan jihad di jalan Allah. Saudara, simaklah kisah Nabi Musa, walau dalam kondisi terjepit, di depannya ada lautan luas membentang, dan di belakangnya pasukan Fir’aun yang yang siap menyerang. Wajar kemudian pasukan nabi Musa juga ketakutan,” Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa: "Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul".(QS. As-Syu’ara: 61).

Tapi tidak bagi Musa. Ia tetap tenang, dan berkata, ”Sekali-kali tidak akan tersusul; Sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak dia akan memberi petunjuk kepadaku.”(QS. As-Syu’ara: 62). Seandainya, nabi Musa ikut gugup, tentu pasukannya tambah panik. Tapi justru sebaliknya ia tetap tenang, dan yakin akan datangnya pertolongan Tuhan. Begitulah seharusnya sikap kita, dalam menghadapi kesulitan hidup. Tetap tenang, sabar, berpikir jernih, dan tidak berprasangka buruk kepada Allah SWT.

Jelas sudah, pertolongan Allah tidak akan datang kecuali kepada mereka yang sabar. Rasulullah dan para sahabatnya pernah mengadu kepada Allah karena beratnya ujian hidup dan kerasnya perlawanan kaum kafir Qurays. Dan Allah pun mengatakan kepada mereka, "Bukankah pertolongan Allah sangat dekat?" Rasulullah juga bersabda,” Ketahuilah bahwa kemenangan itu bersama kesabaran, keleluasaan itu bersama kegelisahan, sedangkan kemudahan itu bersama dengan kesulitan. (HR. Tirmizdi). Umar bin Khathab ra berkata, “Kami dapat merasakan kenikmatan dalam hidup, ketika kami mampu bersabar.” Sungguh untuk menjadi orang yang sabar itu berat. Tapi beratnya sabar itu tidak sebanding dengan nilai dan manfaat dari sikap sabar itu sendiri. Inilah yang membuat menang sebuah gerakan manusia.

Senin, 13 April 2009

NEGERI 1001 BENCANA

Kehancuran sebuah bangsa juga disebabkan oleh kemaksiyatan yang dilakukan penduduknya. Sehingga langit dan bumi menjadi pelit untuk mengeluarkan berkahnya. Justru alam semakin mengisolir kehidupan kita dengan berubah menjadi bencana. Lihatlah, bagaimana bencana beruntun menimpa negeri ini. Mulai tsunami, gunung berapi, gempa bum, hingga lumpur menyembur dari perut bumi, seakan tidak mau henti. Syaikh Ibnu Taymiyah juga mengatakan, ”Bahwa ketika sebuah bangsa mentauhidkan Allah, maka bangsa itu akan menjadi bangsa yang aman sejahtera. Tetapi sebaliknya, jika penduduknya menyekutukan Allah, maka akan datang berbagia azab yang datang melanda.”

Dari fakta sejarah, dapat ditemukan juga sebuah bukti, bahwa kehancuran sebuah bangsa, adalah ketika kemungkaran merajalela. Seperti, kaum Tsamud karena penentangan mereka kepada Allah swt, mereka dihancurkan semua. Yang menakjubkan, meski petir yang Allah kirim itu memusnahkan seluruh kaum Tsamud namun bangunan hasil karya mereka tetap dibiarkan utuh oleh-Nya. Maksudnya tak lain agar menjadi bukti bagi kita, kaum yang hidup sesudahnya, tentang keberadaan suatu kaum ahli bangunan yang telah Allah binasakan karena kekafiran mereka. “Dan (juga) kaum ‘Aad dan Tsamud, dan sungguh telah nyata bagi kamu (kehancuran mereka) dari (puing-puing) tempat tinggal mereka...” (Q.S.Al-Ankabut:38).

Allah berfirman, “Dan ketika masyarakat itu lupa akan apa-apa yang diperingatkan Allah…. Maka kami timpakan kepada mereka bencana dahsyat yang datang tiba-tiba hingga mereka berputus asa. (6:44). Dalam ayat lain: “Tidakkah kalian perhatikan berapa banyak bangsa-bangsa yang telah kami hancurkan sebelum mereka, padahal Kami telah berikan kekuasaan yang kokoh kepada mereka di muka bumi…” (6:6).

Dalam sebuah hadistnya, rasul juga bersabda,” Wahai para Muhajirin: ada 5 perkara (sebab kehancuran). Jika kalian ditimpa 5 perkara tersebut dan aku berlindung kepada Allah agar kalian tidak menjumpainya.

1. Tidaklah muncul perbuatan keji pada suatu kaum hingga mereka melakukan terang-terangan melainkan akan menyebar di tengah-tengah mereka wabah tha'un dan kelaparan yang belum pernah terjadi pada nenek moyang sebelum mereka.

2. Tidaklah megurangi takaran dan timbangan melainkan akan ditimpakan kepada mereka paceklik, kesempitan (krisis) ekonomi dan kesewenang-wenangan (kezhaliman) para penguasa atas mereka.

3. Tidaklah mereka menahan zakat harta mereka melainkan akan ditahan hujan atas mereka, seandainya bukan karena hewan ternak, niscaya tidak akan turun hujan atas mereka.

4. Tidaklah mereka melanggar perjanjian yang ditetapkan Allah dan Rasul-nya melainkan Allah akan menguasakan musuh-musuh dari luar kalangan mereka atas mereka, lalu merampas sebagian yang ada ditangan mereka.

5. Selama pemimpin-pemimpin mereka tidak berhukum kepada Kitabullah dan memilih yang terbaik dari yang diturunkan Allah melainkan akan Allah jadikan musibah diantara mereka sendiri.

Sadaraku, kita ingat awal-awal pemerintahan Presiden SBY negeri ini harus berduka karena ratusan ribu nyawa meninggal akibat Tsunami di Aceh. Tak selang berapa lama berbagai bencana alam melanda negeri ini. Gempa Jogja dan Klaten, Tsunami di Pangandaran dan kecelakan tranportasi baik laut, udara dan darat silih berganti. Dan baru saja di akhir pemerintahan SBY, datanglah bencana berupa Tsunami kecil akibat jebolnya Situ Gintung di Tanggerang. Tentu semua ini bukan hanya kebetulan, sudah saatnya penduduk negeri ini untuk instrofeksi diri. Bertobat dan banyak mendekat kepada ilahi.

BAHAYA MIE INSTAN

Keputusan ada di tangan anda (mohon maaf jika ada tidak berkenan). Informasi dari seorang dokter: “keluarga kami berhenti mengkonsumsi mie instan sejak lebih dari 5 tahun yang lalu setelah mengetahui tentang adanya BAHAN PLASTIK yg terdapat dalam mie instan tersebut.” Berikut pengakuan Dr. Suyadi dari Jakarta: Awalnya, keluarga kami adalah keluarga penggemar mie, apalagi kebetulan kami suami-istri bekerja. Karena sibuk maka mie instant menjadi pilihan utama makanan kami sekeluarga. Namun sejak kami menemukan bahan PLASTIK dalam mie instan tersebut, kami LANGSUNG berhenti mengkonsumsinya. Penelitian laboratorium Fakultas Kedokteran Univ. Indonesia membuktikan bahwa 100%, atau SELURUH sampel mie instan yang beredar di pasaran MENGANDUNG BAHAN PLASTIK yang tentunya sangat berbahaya
bagi pencernaan.

Dr. Hasan Budiman, kepala laboratorium Fakultas Kedokteran UI menyatakan, bahwa dalam SELURUH sampel yang diambilnya di pasar swalayan, toko-toko, dan warung di wilayah DKI dan sekitarnya ditemukan bahan plastik yang tidak mungkin bisa dicerna dalam sistem pencernaan kita. Luas diketahui bahwa plastik adalah bahan yang tidak mungkin terurai secara alamiah, dan merupakan bahan yang sangat berbahaya untuk dikonsumsi. Yang mengejutkan, bahan-bahan plastik tersebut tidak jauh berbeda dengan bahan plastik PEMBUAT ALAT KEPERLUAN RUMAH TANGGA!!! Karena sifatnya yang tidak bisa diurai, maka plastik yang telanjur dikonsumsi akan menetap dalam tubuh kita dan ciri-cirinya dapat diketahui secara langsung. Dalam beberapa kasus, wajah para penderita yang terlalu banyak mengkonsumsi Mie Instan yang mengandung plastik dilaporkan makin mirip dengan ember, walaupun juga ada yang mirip gayung …..

Jumlah plastik yang ditemukan dalam mie instan tersebut sangat beragam, mulai dari 2 sampai plastik per kemasan. Namun umumnya, plastik-plastik tersebut ditemukan dalam ukuran relatif kecil, dilengkapi dengan tulisan di atasnya, misalnya “Bumbu”, “Saus Cabe”, “Minyak Sayur”, Tomat”, atau “Kecap”, dan sebagainya………..

JANGAN ADA PILU SETELAH PEMILU

Perkiraan akan membludaknya pasien yang mengalami depresi akibat gagal meraih kursi dewan, agaknya telah diantisipasi dengan baik oleh beberapa rumah sakit jiwa. Seperti dengan menambah ruangan baru, misalnya RSJD Solo mempunyai bangsal baru berfasilitas Very Very Important Person (VVIP) dan Very Importan Person (VIP). Demikian juga halnya dengan beberapa RSJD di berbagai kota di Indonesia.

Menurut direktur RSJD Surakarta, Muhammad Sigit, sebagaimana ia sampaikan kepada harian Solo Pos beberapa waktu yang lalu, “bahwa para Caleg sangat berpotensi terserang depresi hingga berujung sakit jiwa. Karena jika Caleg itu gagal dalam memperebutkan kursi DPR, selain harta habis, mereka juga menanggung malu, depresi, sakit hati, jengkel karena kalah dalam persaingan, serta setumpuk persoalan yang sangat komplikasi.”

Saudara, sebenarnya depresi bisa menyerang siapapun, tidak hanya kepada Caleg yang gagal, tapi bagi siapa saja yang tidak memiliki niat tulus dan totalitas dalam berserah diri kepada Allah SWT, sangat rentan terserang stres berat.
Ketika seorang Caleg tulus memberi, tentu hasil apapun tidak menjadi masalah. Sebab, ia hanya berhak berusaha secara maksimal, hasil akhirnya Allah yang tentukan. Dan menjadi dewan bukanlah satu-satunya jalan untuk melakukan perbaikan. Kemenangan politik bukanlah segalanya, ia hanya salah satu pintu diantara berjuta-juta pintu untuk melakukan perubahan.

Namun, ketika orientasinya hanya semata -mata untuk kepentingan duniawi (3 TA), jika gagal dunia seperti kiamat. Tidak bertemunya antara harapan dan kenyataan inilah penyebab terjadinya depresi. Bila depresi tidak terkendali, bisa seperti salah satu kandidat bupati Ponorogo yang harus menginap di rumah sakit jiwa.
Oleh karena itu seorang Caleg harus legowo. Mengikhlaskan semua pengeluaran yang besar berupa apapun sebagai sedekah. Dengan begitu hiduppun akan menjadi berkah.
Dan pasti, sebagaimana hukum kekekalan energi bahwa tidak ada energi yang hilang. Apa yang Anda berikan kepada masyarakat akan kembali kepada Anda dalam bentuk lain, yang suatu saat Anda perlukan. Maksimal Anda akan mendapat pahala besar dari harta yang Anda infaqkan di akhirat kelak. Jadi buat apa depresi, karena tidak ada yang terugikan.

Bahkan salah satu kiat untuk menghindari hidup gelisah adalah dengan melepas ketergantungan terhadap hal-hal yang Anda sukai. Dan menurut psikolog latihannya adalah dengan memberikan sebagian harta yang sebetulnya amat kita cintai itu. Maka ketika Anda benar-benar tidak memiliki harta itu Anda tidak akan mengalami tekanan dan guncangan, karena memang Anda sudah tidak ada lagi ikatan dengan harta benda itu. Dan inilah hakikat zuhud, Anda meletakkan harta di tangan bukan di hati.

Elizabeth Dunn psikolog dari University of British Colombia, mengatakan uang memberi kebahagiaan, terutama jika Anda menghadiahkannya. Ia juga menyimpulkan, kebahagiaan ternyata ada hubungannya dengan jumlah uang yang dikeluarkan untuk orang lain, daripada jumlah absolut bonus atau gaji yang digunakan untuk kepuasan pribadi.
Sebelum ilmuwan Barat mengadakan penelitian tentang sedekah, ternyata al-Qur’an menjelaskan, perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya ibarat benih yang menumbuhkan 7 tangkai. ”Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. 2:261)