Kamis, 21 Mei 2009

ING NGARSO SUNG TULADHA


Bersatunya Kata dan Perbuatan.
Suatu ketika disaat masih ada fenomena perbudakan, datanglah beberapa orang menemui seorang juru khotbah, agar memberikan nasehat tentang penghapusan praktek perbudakan. Sang Khatib pun menyanggupinya. Tapi setelah beberapa kali khutbah Jum’at, ia tidak sama sekali menyinggung tentang pelarangan praktek perbudakan. Setelah sebulan kemudian, barulah ia menyampaikan akan pentingnya menghapus perbudakkan yang masih terjadi. 
Kemudian ia didatangi beberapa masyarakat yang dulu pernah datang padanya, dan menanyakan kenapa ia tidak segera menyampaikan nasehatnya untuk menghentikan praktek perbudakan. Sang tokoh tersebut menjawab, ”Aku menunda memberikan nasehat tentang larangan praktek perbudakkan, karena selama ini aku sendiri belum membebaskan budak-budak dikotaku. Setelah aku membebaskan para budak, barulah aku berani menyampaikan nasehat tentang hal tersebut.” Tokoh dalam kisah diatas, adalah seorang ulama terkenal yang bernama Hasan Al-Bashri. 
Saudara, keteladanan merupakan kata kunci bagi perbaikan masyarakat, dan rahasia keberhasilan kepemimpinan seseorang baik dirumah, perusahaan atau dikantornya. Karena ikan busuk itu dimulai dari kepalanya, artinya seorang pemimpin memegang peranan penting dalam keberhasilan atau kegagalan sebuah tim. Dalam pepatah juga dikatakan,”Bagaimana bayangan akan lurus, bila tongkatnya bengkok.” Zig Ziglar dalam bukunya “Something Else to Smile About”, mengatakan, “Bahwa ketika keteladanan sudah dapat dijalankan dengan baik, maka sebenarnya kita sudah tidak perlu pusing lagi untuk memeriksa apakah aturan sudah dijalankan atau tidak, karena pelaksanaan aturan yang konsisiten dimulai dari proses keteladanan yang dilaksanakan oleh setiap pemimpin lininya. Keteladanan sudah menyatu dalam proses pengawasan.” 
Apalagi kultur masyarakat kita adalah paternalistik, artinya sangat tergantung dan mengidolakan para pemimpinnya. Jika pemimpin mengencangkan ikat pinggang dengan gaya hidup sederhana, masyarakatpun akan lebih berhemat lagi. Tapi sebaliknya, jika para pemimpinya bergaya hidup borju, rakyat pun juga menjadi komsumtif. 
Permasalahannya, ternyata banyak orang yang tidak mampu menjadi teladan yang baik dirumah, dikantor atau di perusahaannya. Banyak penyebabanya, diantaranya adalah gengsi, tidak tahu harus memberi teladan yang bagaimana, takut kehilangan wibawa, dan kurang mengenal tokoh agamanya yang telah memberikan banyak contoh tentang keteladanan hidup yang baik.
Bagi orang tua misalnya, ketika mengajarkan ibadah kepada anak-anaknya bukanlah sekedar pengetahuan tata-cara ibadah, tapi yag juga perlu diperhatikan adalah contoh dari orang tua dalam kesehariannya. Misalnya tidak cukup mengajarkan bagaimana teori tentang shalat lima waktu, tapi yang penting bagaimana orang tua juga menjalankan shalat lima waktu dalam kesehariannya. 
Nah, sudahkan kita memerankan kepemimpinan yang menjadi inspirasi keteladan bagi orang-orang terdekat kita? Atau menjadi rujukkan bagi masyarakat pada umumnya? Padahal mau tidak mau kita harus menjadi telaga inspirasi keteladanan bagi orang lain. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Setiap orang adalah gembala (pemimpin) dan akan diminta tanggung jawab atasnya.” Karena tidak ada kepemimpinan bila ia tidak bisa dijadikan teladan.
 Selain itu, kepercayaan itu bisa kepada seorang pemimpin itu naik turun, tergantung bagaimana model kepemimpinannya. Alexander M. Sauders, Jr mengatakan, ”Janganlah lupa bahwa apa yang tidak Anda hargai, tidak akan dihargai, bahwa apa yang tidak Anda ingat tidak akan dingat, bahwa apa yang tidak Anda ubah tidak akan berubah, bahwa apa yang tidak Anda kerjakan tidak akan dikerjakan. Anda bisa kalau mau, membentuk masyarakat yang pemimpinnya, entah bisnis atau politik, tidak terlalu terobsesi dengan uang atau jabatan. Pertanyaan sesungguhnya, bukanlah soal apa yang harus diperbuat, melainkan sekadar kemauan untuk melakukannya”.

Selalu Berbagi.

Ada kisah menarik lagi tentang keteladanan, khususnya keteladanan seorang pemimpin. Alexander The Great, atau yang lebih dikenal juga dengan nama Iskandar Zulkarnain, adalah raja Romawi yang sangat terkenal dengan kepemimpinannya. Suatu waktu, Alexander The Great memimpin pasukannya melintasi gurun pasir yang panas dan kering. Setelah hampir dua minggu berjalan, ia dan pasukannya kelelahan dan hampir mati karena kehausan. Tetapi Alexander tetap memimpin pasukannya untuk terus berjalan penuh semangat.
Pada siang yang terik, dua orang pasukannya datang menemui Alexander dengan membawa semangkuk air yang mereka ambil dari sebuah kolam air yang telah kerontang. Kolam air itu kering dan hanya ada sedikit air yang tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh pasukan. Melihat hal ini, Alexander membuang air itu ke gurun pasir. Sang Raja berkata, "Tidak ada gunanya bagi seseorang untuk minum di saat banyak orang sedang kehausan!"
Demikianlah kepemimpinan itu. Anda tidak bisa memperlakukan anak buah hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan. Anda harus menunjukkan ketulusan dan keteguhan diri Anda, dengan sama-sama merasakan apa yang orang-orang rasakan. Derita anak buah adalah juga penderitaan seorang pemimpin, jeritan lara rakyat juga tangisan pilu seorang pemimpin. 
Bentuk kepedulian seorang pemimpin tidak cukup sebatas itu, harus berlanjut dengan bagaimana menjadikan anak buahnya menjadi seorang pemimpin yang hebat, tanpa ia merasa disaingi. Pemimpin baru bisa dikatakan sukses, ketika dirinya bisa mengkader anak buahnya dengan kemampuan melebihi dirinya sendiri. Seorang pemimpin juga tidak hanya memikirkan keselamatan posisi dirinya sendiri, di atas semua itu ia akan berusaha untuk menjadikan timnya lebih baik dan sukses. Bahkan ketika timnya mendapat kegagalan, ia akan menjadi paling depan untuk mempertanggungjawabkannya, bahkan tidak sungkan untuk mengundurkan diri bila itu memang diperlukan.  

Seperti Apa Kita

 Hari-hari ini, baru saja kita melaksanakan PEMILU legislatif. Inilah mekanisme memilih pemimpin agar lebih sederhana, yaitu sisitem perwakilan. Berarti, kita telah memindahkan harapan kita kepada orang-orang yang kita pilih untuk menjadi pemimpin. Jika kelak ada permasalahan dengan orang yang kita pilih, janganlah serta merta menyalahkan mereka. 
Pertama-tama, lihatlah kedalam diri kita sendiri, pertimbangan apa yang menjadi sejumlah alasan kenapa dulu kita memilihnya. Sekedar terpesona dengan citra yang dikemas dalam berbagai iklan, daripada ide dan rencana cemerlang ? Ataukah karena kita terlalu emosional dengan memilih karena ikatan primodial, daripada memilih dengan rasional.
Maka sebenarnya, yang paling utama adalah seperti apa mentalitas dan integritas kita. Kalau integritas dan mentalitas kita baik, pasti kita menjatuhkan pilihan kepada pemimpin yang kuat integritasnya. Integritas inilah makna sebenarnya keteladanan karena bersatunya komitmen, tanggung jawab dan kejujuran. Jadi, mari wujudkan keteladan pada diri kita sendiri, sehingga kita bisa mendapatkan pemimpin yang juga bisa diteladani. Seperti sabda Rasulullah, seperti apa kalian, maka seperti itulah kalian mendapat pemimpin. 

By: A’a Kiran.
 Ketua DPC GERTASI
 (Gerakan Tani Syarikat Islam)
 Pacitan.