Senin, 13 April 2009

JANGAN ADA PILU SETELAH PEMILU

Perkiraan akan membludaknya pasien yang mengalami depresi akibat gagal meraih kursi dewan, agaknya telah diantisipasi dengan baik oleh beberapa rumah sakit jiwa. Seperti dengan menambah ruangan baru, misalnya RSJD Solo mempunyai bangsal baru berfasilitas Very Very Important Person (VVIP) dan Very Importan Person (VIP). Demikian juga halnya dengan beberapa RSJD di berbagai kota di Indonesia.

Menurut direktur RSJD Surakarta, Muhammad Sigit, sebagaimana ia sampaikan kepada harian Solo Pos beberapa waktu yang lalu, “bahwa para Caleg sangat berpotensi terserang depresi hingga berujung sakit jiwa. Karena jika Caleg itu gagal dalam memperebutkan kursi DPR, selain harta habis, mereka juga menanggung malu, depresi, sakit hati, jengkel karena kalah dalam persaingan, serta setumpuk persoalan yang sangat komplikasi.”

Saudara, sebenarnya depresi bisa menyerang siapapun, tidak hanya kepada Caleg yang gagal, tapi bagi siapa saja yang tidak memiliki niat tulus dan totalitas dalam berserah diri kepada Allah SWT, sangat rentan terserang stres berat.
Ketika seorang Caleg tulus memberi, tentu hasil apapun tidak menjadi masalah. Sebab, ia hanya berhak berusaha secara maksimal, hasil akhirnya Allah yang tentukan. Dan menjadi dewan bukanlah satu-satunya jalan untuk melakukan perbaikan. Kemenangan politik bukanlah segalanya, ia hanya salah satu pintu diantara berjuta-juta pintu untuk melakukan perubahan.

Namun, ketika orientasinya hanya semata -mata untuk kepentingan duniawi (3 TA), jika gagal dunia seperti kiamat. Tidak bertemunya antara harapan dan kenyataan inilah penyebab terjadinya depresi. Bila depresi tidak terkendali, bisa seperti salah satu kandidat bupati Ponorogo yang harus menginap di rumah sakit jiwa.
Oleh karena itu seorang Caleg harus legowo. Mengikhlaskan semua pengeluaran yang besar berupa apapun sebagai sedekah. Dengan begitu hiduppun akan menjadi berkah.
Dan pasti, sebagaimana hukum kekekalan energi bahwa tidak ada energi yang hilang. Apa yang Anda berikan kepada masyarakat akan kembali kepada Anda dalam bentuk lain, yang suatu saat Anda perlukan. Maksimal Anda akan mendapat pahala besar dari harta yang Anda infaqkan di akhirat kelak. Jadi buat apa depresi, karena tidak ada yang terugikan.

Bahkan salah satu kiat untuk menghindari hidup gelisah adalah dengan melepas ketergantungan terhadap hal-hal yang Anda sukai. Dan menurut psikolog latihannya adalah dengan memberikan sebagian harta yang sebetulnya amat kita cintai itu. Maka ketika Anda benar-benar tidak memiliki harta itu Anda tidak akan mengalami tekanan dan guncangan, karena memang Anda sudah tidak ada lagi ikatan dengan harta benda itu. Dan inilah hakikat zuhud, Anda meletakkan harta di tangan bukan di hati.

Elizabeth Dunn psikolog dari University of British Colombia, mengatakan uang memberi kebahagiaan, terutama jika Anda menghadiahkannya. Ia juga menyimpulkan, kebahagiaan ternyata ada hubungannya dengan jumlah uang yang dikeluarkan untuk orang lain, daripada jumlah absolut bonus atau gaji yang digunakan untuk kepuasan pribadi.
Sebelum ilmuwan Barat mengadakan penelitian tentang sedekah, ternyata al-Qur’an menjelaskan, perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya ibarat benih yang menumbuhkan 7 tangkai. ”Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. 2:261)

Tidak ada komentar: