“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, Kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar.”
(QS .49:15)
Dalam ayat tersebut, menegaskan bahwa semangat orang mukmin itu terus membara, yang tak pernah padam. Ia tetap berjuang dengan istiqomah sampai akhir hayah. Kegigihan orang beriman yang terus menerus, juga ditegaskan nabi, ”Perbuatan yang paling dicintai Allah adalah perbuatan yang dilakukan dengan istiqomah.” (HR. Bukhari). Istiqomah atau konsisten, adalah wujud dari semangat yang tidak pernah mati dan terus menyala menggerakan energi jiwa.
Semangat membaja tersebut, merupakan semangat yang berawal dari keimanan, kekuatan yang berasal dari keyakinan, dan daya yang bersumber dari tauhid. Tekad seperti inilah yang telah memberi inspirasi kepada para penyihir Fir'aun. Mereka terketuk untuk beriman kepada Allah Rabb alam semesta ketika mereka terlibat dalam pertarungan antara Musa dan Fir'aun. Mereka berkata kepada Fir'aun, mereka berkata, "Kami sekali-kali tidak akan mengutamakan kamu daripada bukti-bukti yang nyata (mukjizat), yang telah datang kepada kami dan dari Rabb yang telah menciptakan kami; maka putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan." (QS Thaha: 72). Memang, semakin tinggi cita-cita, maka semakin besar kepayahan yang harus dirasakan tubuh, sehingga jarang sekali menikmati kesenangan, sebagaimana dikatakan seorang penyair berikut ini.
” apa bila jiwa besar, tubuh akan merasa kepayahan menuruti keinginan-keinginannya.”
Ayolah maju terus, jika kamu memang punya semangat
Dengar itu dendang rindu padamu. Lekaslah melangkah,
Jangan menanti teman yang malas diajak berjalan
Tinggalkan saja ia
Karena semangat yang kamu bawa itu sudah cukup”
Pada perang Mu’tah, kaum muslimin yang berjumlah 3000 pasukan, sedangkan dipihak musuh ada 180.000 pasukan. Melihat komposisi ini, Rasul melihat sepertinya akan banyak korban. Lalu beliau menugaskan siapa saja yang nanti menjadi pemimpin, jika pemimpin sebelumnya mendapat syahid. Waktu itu Ibnu Rawwahah sedang berpuasa, dan ia mendapat giliran setelah syahidnya Ja’far ibnu Thalib. Sebagai manusia, Abdullah ibnu Rawwahah terguncang juga, karena kematian sudah di depan mata. Tapi itu tidak lama. Ia segera megumpulkan segala keberaniannya. Ia memotivasi dirinya dengan sebuah puisi;
Wahai diri, engkau harus turun. Atau ku paksa turun.
Wahai diri......... jika kau tak mati di medan juang,
kau akan tetap mati walaupun diatas ranjang !
Motivasi dari dalam diri itulah faktor yang dominan untuk membangkitkan amal perbuatan, ketika kita merasa lemah. Salah seorang presiden Amerika yang berhasil mengangkat Amerika dari lobang krisis besar, padahal ia dalam keadaan lumpuh, yaitu J. Roosevelt mengatakan, “bahwa sebuah bangsa separah apapun krisis yang menimpanya, masih akan terbuka pintu solusi dan jalan keluarnya, asal masih memiliki motivasi”.
Kalau kita saksikan pertandingan sepak bola di tingkat dunia, secara kualitas dari kedua kesebelasan memiliki kemampuan yang hampir sama. Penentu kemenangannya terletak pada faktor kuat lemahnya motivasi. Disinilah pentingnya memiliki motivasi yang selalu menyala. Yang menjadi tenaga jiwa untuk menggerakkan amal perbuatan. Dan memiliki semangat yang tinggi itu, sudah melekat pada orang-orang yang sukses dalam hidupnya.
Bangkitlah dan capai singgasana kemuliaan nan menjulang,
Sebagaimana burung elang yang hanya memilih ketinggian angkasa.
Tinggalkan perkara yang remeh agar ia menyingkir darimu.
Pada kedalaman laut, air tampak mengalir lemah.
Pada lelaki pemberani akan mencapai angan dan citanya.
Namun, orang yang lemah jiwanya, hanya dapat duduk termangu.” (Al-Burudi)
Saudara, kita harus menghidupkan motivasi yang tinggi, untuk bangkit dan berjuang menaklukkan segala tantangan. Simaklah kisah berikut, yang membuktikan bahwa kemenangan itu hanya dapat diperoleh dengan totalitas usaha, do’a, semangat, dan tawakal kepada Allah Swt. Atau lewat kristalisasi keringat, darah, dan air mata. Bukan santai-santai saja, atau bermalas-malas ria.
Tiba-tiba saja, kesunyian laut pada waktu itu menjadi pecah dengan hiruk pikuk kedatangan armada laut yang berkekuatan 10.000 prajurit, yang telah menempuh perjalanan sejauh 13 mil. Mereka menyeberangi selat Gibraltar, menuju Spanyol. Sang panglima pun segera menyulut api jihad pada ribuan prajurit Islam. “Wahai saudara-saudaraku, lautan ada di belakang kalian, musuh ada di depan kalian, kemanakah kalian akan lari? Demi Allah, yang kalian miliki hanya kejujuran dan kesabaran. Ketahuilah bahwa di pulau ini kalian lebih terlantar daripada anak yatim yang ada di lingkungan orang-orang yang hina.
Musuh kalian telah menyambut dengan pasukan dan senjata mereka. Kekuatan mereka sangat besar, sementara kalian tanpa perlindungan selain pedang-pedang kalian, tanpa kekuatan selain dari barang-barang yang kalian rampas dari tangan musuh kalian. Seandainya pada hari-hari ini kalian masih tetap sengsara seperti ini, tanpa ada perubahan yang berarti, niscaya nama baik kalian akan hilang, rasa gentar yang ada pada hati musuh akan berganti menjadi berani kepada kalian. Oleh karena itu, pertahankanlah jiwa kalian!”
Tindakan yang sangat luar biasapun dilakukan sang panglima, yaitu dengan membakar semua perahu yang mereka tumpangi selama ini. “Wahai Saudara-saudaraku yang kucinta! Tanah Andulusia di hadapan kita. Bumi Spanyol ada di depan kita. Seluruh kapal sudah aku bakar. Semuanya! Tidak ada kapal yang kita tumpangi yang tidak tenggelam. Semuanya sudah jadi abu dan arang. Kini, tak ada jalan untuk mundur, atau pulang. Di belakang kita laut samudera bergelora. Di depan kita musuh yang menghadang.
Saudara-saudaraku yang kucinta! Tak ada jalan lain kembali! Tak ada jalan pulang! Saudara-saudara yang kucintai! Sekali lagi, hendak kutegaskan, tidak ada jalan pulang. Satu-satunya pilihan yang tersedia adalah mati syahid atau menang! Hanya kepada Allah Swt. saja kita menghamparkan sayap-sayap perlindungan dan pertolongan.” Akhirnya, Andalusia pun terbuka dan rahmat Islam menyebar sampai 800 tahun. Siapakah panglima yang menyejarah tersebut? Ya! Anda benar, dialah Thariq bin Ziyad.
“Kemenangan bukanlah segalanya, namun anda patut mengangankannya. Hanya bila anda memilki syaraf baja, maka anda akan mendapatkannya.” (Michael T. Powers)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar